2 Oktober 2009

BATIK INDONESIA...... BATIK INTERNASIONAL


Pemerintah melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata terus intensif memperjuangkan batik Indonesia sebagai warisan budaya bangsa yang perlu memperoleh pengakuan internasional, khususnya dari UNESCO.
Menteri Kominfo Mohammad Nuh selaku Menteri Ad-Interim Kebudayaan dan Pariwisata yang didampingi oleh beberapa pejabat dari Kantor Menko Kesra, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, serta Yayasan Batik Indonesia di Jakarta, Rabu (30/9), mengatakan saat ini pihaknya sedang menyongsong pengakuan batik sebagai warisan budaya khas Indonesia oleh UNESCO.
“Salah satu warisan budaya dan manusia dari bangsa Indonesia yang saat ini sedang diperjuangkan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata bersama Kantor Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, KADIN, Yayasan Batik Indonesia, dan lain sebagainya adalah batik Indonesia yang diharapkan dapat memperoleh pengukuhan dari UNESCO dalam daftar representatif budaya tak benda warisan manusia,” katanya.
Ia berpendapat, kepedulian pemerintah dalam memperjuangkan batik Indonesia ini tidak terlepas dari esensi kultural dan historis batik Indonesia.
Menurut dia, nilai budaya tak benda dari batik antara lain terkait dengan ritual pembuatan, ekspresi seni, simbolisme ragam hias, dan identitas budaya daerah. “Di beberapa daerah tertentu, pembuatan batik bahkan diawali dengan ritual khusus untuk kesempurnaannya,” katanya.
Ia mencontohkan, batik dihasilkan dengan tangan melalui proses pemberian garis dan titik-titik dengan malam panas pada kain menggunakan canthing tulis atau canthing cap. Pola dan ragam batik tradisional dan modern memiliki simbolisme yang mendalam, di antaranya terkait dengan status sosial, komunitas daerah, alam, dan juga perkembangan sejarah.
Kain batik selama ini merupakan kerajinan tradisional di Jawa dan beberapa daerah lain yang dilakukan secara turun-temurun sejak beberapa abad lalu, dan terus menyebar ke berbagai daerah sebagai busana adat dan kelengkapan pokok tradisi.
Batik di Indonesia digunakan dalam berbagai unsur misalnya unsur Hindu/Budha pada ragam hias cakar, garuda, dan pohon hayat. Pada unsur Islam digunakan dalam kaligrafi batik Cirebon dan Bengkulu, pada unsur Cina pada hias burung phoenix dan pola Megamendung dan Wadasan di Cirebon, Tasikmalaya, dan Indramayu serta pola Lok Tjan di Indramayu dan Cirebon.
Sementara pada unsur India dan Persia digunakan pada pola Jlamprang Pekalongan serta pohon hayat dan burung merak. Unsur Indo-Eropa pada hias buketan dan cerita anak-anak, unsur Jepang pada bunga Sakura. Selain itu batik juga digunakan dalam unsur budaya masing-masing daerah seperti ragam hias Papua, Dayak, Riau dan lain-lain.
“Khusus untuk batik Indonesia ini, proses nominasinya sudah cukup panjang. Diawali pada tanggal 3 September 2008 dan kemudian diterima resmi oleh UNESCO pada tanggal 9 Januari 2009 untuk diproses lebih lanjut,” kata Menteri.
Pada tahap berikutnya, Menko Kesra dan didampingi oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata mengadakan “working luncheon” di Ruang Prambanan Hotel Sahid Jaya pada 19 Maret 2009 dalam rangka menunjang lobi perjuangan Indonesia untuk pengukuhan batik Indonesia.
Acara pertemuan lobi tersebut dihadiri oleh beberapa duta besar negara-negara sahabat yang masuk anggota Subsidiary Body UNESCO, beberapa duta besar negara-negara sahabat yang masuk anggota Intergovernmental Committee ICH UNESCO, Direktur Kantor UNESCO di Indonesia, beberapa Menteri terkait serta dari Yayasan Batik Indonesia, Wastraprema, KADIN, Dekranas, pakar batik, budayawan dan pengusaha batik. Upaya diplomasi Indonesia terus berlanjut di Paris dalam pertemuan tertutup UNESCO pada tanggal 11-14 Mei 2009.
“Seandainya penetapan oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 tetap sesuai dengan rencana, maka harapan dan tujuan pemerintah dan para pihak yang terkait dengan pengembangan karya budaya batik Indonesia ini adalah agar keberadaan batik Indonesia dalam daftar representatif budaya tak benda warisan manusia UNESCO memperkuat legitimasi Indonesia dalam pengembangan batik sebagai salah satu warisan budaya,” katanya.
Ia menilai legitimasi yang rencananya akan dikukuhkan oleh UNESCO akan makin berkontribusi positif secara multidimensi bagi masyarakat di Indonesia.
Pada dasarnya, pihaknya tidak hanya memperjuangkan batik saja untuk mendapat pengakuan internasional. Beberapa karya budaya bangsa Indonesia lain bahkan telah diakui oleh UNESCO yakni wayang dan keris. Selain itu, karya budaya angklung juga sedang dalam rencana untuk dinominasikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar